Sunday, May 13, 2018

8 : People come, stop by and go

"Heh gadis! Come on, go find yourself! Move On!"
"Hmmm.." gumam Kanaya atas suruhan Kiting yang sedang menyetir di sebelahnya. Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 ketika mereka meninggalkan tempat tinggal Kanaya.
"Jangan cuma karena nggak jadi berangkat sama Argi, lo nya jadi bad mood gitu."
"Ya aktualnya memang karena itu."
Karena Argi yang telat bangun pagi itu.
Karena Argi yang yang jam 10 pagi masih anteng di rumahnya, padahal sesuai kesepakatan lelaki akan menjemput Kanaya jam 11.00, sedangkan dari tempatnya ke tempat Kanaya membutuhkan waktu 1,5 jam di hari Minggu.
Karena Argi di sela-sela chatnya masih saja melempar tanya, 'kamu belum ada temennya ke Greta?' yang refleks membuat kesal Kanaya yang mungkin sedang terlalu sensitif.
Ya menurut loooo... batin Kanaya. Udah tau dari kemarin janjiannya sama situ doang. Berujung pada balasan di whatsapp 'Udah kok, Mas ini. See you there aja ya."
Kemudian dijawab singkat 'Ok, Nay' Titik.
"Kalo masalah photo booth, lo bisa foto sama gue kan. Nggak malu-maluin juga guenya, Nay."
"Iya, Ting, Iya. Lo udah OK banget kok hari ini."
Tak lama smartphonenya berbunyi melantunkan sepenggal paragraf pertama soundtrack drakor Descendants of The Sun yang berjudul Everytime. Panggilan dari Argi.
"Halo, Nay. Jadinya kamu sama siapa ke Greta?"
"Sama Kiting."
"Oh, Ok."
"Next time kalo angot-angotan nemeninnya, nggak usah basa-basi nanya mau dijemput jam berapa ya, Mas. Lebih nyesek soalnya."
"Loh siapa yang angot-angotan. Tadi Mas Argi udah mau berangkat, Nay."
"Tapi biasanya mas Argi langsung bilang, Mas Argi berangkat sekarang ya atau see you there atau mas Argi sampe tempat kamu sejam lagi ya. Mas Argi kan tahu aku janjiannya sama Mas Argi dari kemarin, sempet-sempetnya nanya 'kamu belum ada temennya ke Greta??" ungkap Kanaya agak meninggi. Matanya yang mulai memanas di tahannya mati-matian untuk tidak mengeluarkan air mata.
"Nay.."
"Mas Argi kan tahu aku janjiannya sama kamu, Mas. Wajar kan aku mikir kamu angot-angotan berangkat."
"Nay, udah ya cukup."
"Ok, Mas."
"Salam buat Ricko."
"Iya"
Bersamaan dengan ditutupnya telepon di seberang sana, air mata Kanaya meluncur tanpa tertahan. Dadanya naik turun, hatinya diselimuti kecewa untuk kesekian kalinya. Kecewa yang ia rasa sama dari orang yang sama. Dari orang yang masih setia tinggal di hati dan pikirannya.
"Nay.. let him go ya, beb. Cukuplah dia bikin rusak hati lo, tapi jangan dandanan lo hari ini," hibur Kiting di samping Kanaya yang masih mengedarkan tatapannya ke berderet mobil yang masih tak bergerak.
"Nay..Bebeb.."
"The worst part is he never ask me to accompany him di kondangan siapapun, Ting. Not even once. Ninda yang dia ajak, Ting. Ninda yang dia kasih birthday gift. Bukan gue," lirih perempuan mungil itu sambil menyeka air matanya pelan. Pikirannya mulai berlogika dan hatinya mulai belajar ikhlas.
Mengingat sakit dan kecewa yang sering ia dapat. Mengingat tawa dan hagia yang sering ia lalui.
Mengingat egois dan marah yang sering ia hadapi.
Mengingat seberapa lama dan seberapa sabar Kanaya ada di halaman ini,
"Then, leave, Nay."
Mengingat kembali seberapa lama dan sabar Kanaya berhenti di halaman ini.
Bersama satu orang bernama Argisara Mahendra. Ia sudah lelah, hanya tak tahu kapan akhirnya harus membalik halaman lain.
                                                                       ***
"Mana Argi?" tanya Greta di altar saat giliran Kanaya dan Ricko tiba menyalaminya.
"Hmm.. dia nggak jadi dateng, Sry yaa tadi ada misundertanding gitu. Salam buat lo katanya."
"Please enjoy my party ya, Darl. Let him go away,"
Greta kembali memeluk teman satu kosannya ini. Kos-mate setia selama 6 tahun yang tahu pasang surut hubungannya dengan Heri, lelaki di sebelah yang bersedia menjadi teman di sisa umurnya.
"Sure, I will. Gue mau berkiprah di kawinan lo abis ini,"
"Halah, kayak bisa aja," sambung Kiting di belakangnya,"Dia nggak nangis aja udah syukuran gue,"
"Bisik ah!" dengan sigap Kanaya menyikut perut Ricko, "Once again, congratulation ya, you both. Please keep these smile in her face,"ujarnya pada Heri yang dibalas dengan acungan jempol.
Setelah cipika cipika dengan pengantin, dengan orang tua pengantin, Kanaya dan Ricko 'Kiting' langsung menuju ke pondokan-pondokan menggiurkan yang tersebar di gedung.  Tanpa komando.
Mereka juga sepakat berpisah demi urusan perut yang seleranya tak bisa dikompromi.
Ricko meluncur ke kebab, satay ayam, disambung kambing guling.
Kanaya meluncur ke pondokan dimsum. Dengan cepat ia berpindah ke antrian suki, kemudian masuk ke antrian zuppa soup sambil masih melahap suki kuah tomyam kesukaannya. 
There is always a good food for a bad mood. Salah satu quotes yang sering diimplementasikan Kanaya ke dalam kesehariannya. Alih-alih 'berkiprah' dengan menebar pesona untuk mencari penyembuh luka dan kecewanya, Kanaya lebih fokus mencari pemuas laparnya. 
Sesampainya di antrian dessert yang lebih panjang dari antrian yang lain, Kanaya membuka smartphone yang sedari tadi ia abaikan. Tak ada whatsapp apapun atau update apapun dari Argi di instagram, path dan lainnya. 
Ia menyadari satu hal, ia sudah di block. Tak ada foto yang biasa ia lihat sebagai profile picture di whatsapp Argi. 
Ya Allah, Yang Maha Membolak balikan hati, aku mohon, hapuslah perasaan yang salah ini. Hapuslah perlahan jika memang itu kehendakmu. Bawalah perasaan ini hanya untuk-Mu dan orang yang menurut-Mu tepat buatku, ya Allah. 
Batin Kanaya yang menatap whatsapp Argi lama. Di scroll chat-chat terdahulu yang membawa memori-memorinya berlompatan ke dua bulan lalu ketika masih menemani lelaki itu memilih furniture untuk apartemennya, ke enam bulan lalu ketika ia memberanikan pikiran dan sepenuh dirinya untuk mengurtarakan perasaannya, ke delapan bulan lalu ketika Argi dengan rela menemani tangisnya ketika bermasalah kuliah juga asistensinya dengan Mba Renita, ke setahun lalu dimana ia dengan beberapa teman nekat melakukan pendakian ke gunung tertinggi di Pulau Jawa. 
Perasaan yang salah ini, kenapa harus Argi yang dulu ia segani sebagai senior dan mentornya?
Kenapa harus Argi yang dulu ia kagumi sebagai influencer di kantornya dan partner diskusinya?
Berulang kali pertanyaan itu membawanya pada tanda tanya tanpa jawaban. 
Argi yang datang perlahan membawa pupuk si penggembur sebulir rasa kagum menjadi asa yang akhirnya tumbuh subur. 
Argi yang sering singgah, meninggalkan sederet rasa sumringah, kemudian menetap tanpa ijin dan tanpa lawan, yang akhirnya pergi juga semaunya meninggalkan kecewa dan luka tanpa perisai di hati Kanaya.
Ia percaya, perasaan yang salah ini akan membawanya kepada orang yang memang ditakdirkan untuknya, yang membawa asa dan hagia Kanaya ke tempat yang tepat untuknya. 
"Mbak-mbak yang dibelakang, mohon maaf crepesnya sudah habis,'" info pramusaji di depan pondokan.
Ok. Mungkin dia terlalu rakus hari ini dan Allah berbaik hati mengingatkannya. 
"Yaaah, Mas bukannya bilang dari tadi," gerutu Ibu-ibu yang berada di antrian depan Kanaya. Refleks membuat orang-orang memandangnya, termasuk dua orang didepan mereka yang baru mendapatkan crepes kesukaan setelah penantian panjang.
"Loh? Kamu?"  
"Kanaya Fortunia?" tanya lelaki itu bebarengan dan sama kagetnya. Kemudian memamerkan senyum salam sapanya yang khas. 
"Kok bisa di sini, Mas Ardi? Kebetulan banget. Temennya Greta atau Heri?"
"Ardi aja, Kanaya. Ga usah pake, Mas. Berasa tua gue deh. Gue temen sma Heri. Lo?"
"Temen satu kosan Greta, Mas. Eh, Di."
"Oiya nih." Ardi menyodorkan crepes ditangannya ke arah Kanaya.
"Eh ngga usah. Please enjoy your dessert."
"Where's my manner then. You, please enjoy my dessert. Jangan sampe gue pegang tangan lo ya," ancamnya
"Ih songong lho ni anak baru."
"Hahaha...makanya gue harus behave sama senior. Ambil nih, Kanaya."
Tak lama kemudian, dilahapnya suda setengah crepes gratis dari Ardi.
"Rejeki anak solehah ya. Ga kemana."
"Iya nih, rejeki gue juga ketemu lo. Hahahha.."
"Ihhh...beraninya nih anak baru ngegodain senior."
"Seniornya lucu, mungil, cantik kayak gini siapa yg tahan ga godain coba," ujar Ardi iseng. Ada tatapan dalam yang tertutup celetukan jahil Ardi ke Kanaya yang berbeda dengan Kanaya yang ia temui dikantor beberapa minggu lalu. 
"Kesini sama siapa tadi?"
"Sama Kiting, eh Ricko anak RnD, tau nggak?"
"Oh yang agak belok itu yah?"tanyanya hati-hati.
"Dia masih lurus kok, Di. Gayanya aja yang gitu."
"Tuh orangnya. Ting. Kiting" Kanaya memanggil sahabatnya yang kelihatan kebingungan.
"Eh di sini lo, Beb. I have to go right now, so sorry."
"Yaah,Ting. Seriously right now? Gue ikut deh."
"No, no. Don't be. Lo belom foto sama Greta, belum tangkep bunga, belom photobooth juga."
"Duhh.. for being alone? Big No, Ting."
"I don't see you are alone," liriknya pada Ardi yang berlanjut dengan senyum semi ganjen semi buru-buru. 
"Yes, I am here."

No comments:

Post a Comment