Saturday, October 19, 2019

Imam baru di Minggu kelabu

Bismillahirrahmaanirrahiim..

Pagi menuju empat, saat lantunan surat Al Kahfi menggema di sekitar jalan taman karonsih.
Berlatar langit yang masih biru pekat keunguan tanpa ada semburat jingga horisontal di tengahnya,
lantunan itu lambat laun makin mengeras, tanda adzan Subuh sebentar lagi akan dikumandangkan.

Di kamar sederhana berukuran 4 x 3 meter beraroma wangi bunga, sepasang pasutri masih bersujud di sajadah mereka masing-masing. Meminta ampunan, pengharapan dan berkah untuk keluarga kecil yang baru dibinanya tak lebih dari 24 jam itu.

Sang Tuan mengubah duduk silanya setelah salam. Kemudian sama-sama mereka berdzikrillah, bersyukrillah dan memohon sebaik-baiknya beribadah kepada Sang Pemberi Nikmat ini.
Tak lama, lelaki itu mendekat ke perempuan yang kemarin pagi sudah sah menjadi tanggung jawab, menjadi satu-satunya perempuan yang ia pilih untuk menua di dunia dan sesurga di akhirat nanti.
Ia ciumi ubun-ubun berbalut mukena putih yang ia beri sebagai mahar, ia ciumi kening kuning langsat yang telah ia jaga selama 6 bulan terakhir, dengan perlahan.
Sang Tuan kemudian menyodorkan Kitabullah warna putih dihiasi tulisan emas, menyuruh perempuan di hadapannya bergantian membaca.
Bacaannya lirih dan sedikit gemetar. Teelihat jelas, matanya masih sedikit tak fokus.
Masih dengan terbata, perempuan itu menghentikan bacaannya saat adzan subuh mulai terdengar.
"Allahuakbar...Allahuakbar.. " Allah Maha Besar. Jawab mereka di masing-masing hati.
Allah Maha Besar, dan pertemuan ini menjadi sangat kecil diantara urusan-Nya yang lain. Dan urusan yang kecil ini, berarti amat besar untuk kehidupan keduanya.
"Asyhadu alla ilaaha illallaahu...Asyhadu alla ilaaha illallaahu..." Kami bersaksi, tiada Tuhan selain Allah yang pantas disembah. Lagi-lagi mereka meminta dan memohon hanya kepada Allah, satu-satunya pembolak - balik hati. Meminta Jannah yang mereka rindukan bersama.
Adzan hampir selesai, saat sang Tuan beranjak pamit untuk sholat berjamaah di masjid dekat rumah.
"Gerimis, Mas."
"Ambilkan payung ya, Dek." si Nona dengan tanggap memeriksa gudang di kamar atas. Tak lama kembali dengan sumringah
"Kok senyum-senyum sendiri?"
"Gak papa. Diniatin buat ibadah ya, Mas. Biar Adek dapet pahala dari langkah Mas menuju masjid"
"Dasar oportunis." katanya mengusap lembut ubun-ubun sang perempuan yang nyengir lebar.
"Mas, berangkat. Assalamualaikum..."
"Wa alaikumsalam.." jawab si Nona lirih. Gerimis mengaburkan pandangan Sang Tuan akan bulir air mata yang jatuh ke pipi melepas pergi kekasih barunya.
Lagi-lagi, ia kehilangan ungkapan dan kata. Selain bersyukur penuh ridho kepada Sang Khalik. Sambil sesekali mengingat, kebaikan apa yang ia lakukan hingga Allah, Yaa Rahman, begitu baik memberinya hadiah bernyawa yang bersedia menanggungnya, yang menghalanginya dari siksa api neraka Aamiin..
Semesta jadi saksi, bagaimana kedua hati itu saling berbalasan doa terbaik, bersautan harap, berangan menua dan sesurga bersama, biiznillah..
Aamiin.. Disambut si rintik gerimis, sumber permbawa berkah, pengamin doa.



No comments:

Post a Comment