Wednesday, February 15, 2017

2 : Be Nice, January?

New Year could mean a thousand word for everyone.
New Year is about time to have a new beginning, new challenging, new desire and new chance
New Year is about time to let January become a very important one to make it all.

Dan untuk Kanaya Fortunia, gadis mungil berusia 25 tahun yang pukul 10.00 malam ini masih asyik berselancar dalam deretan baris dan kolom berisi angka-angka pada worksheet di hadapannya,
Tahun Baru 2017 adalah waktu dimana ia berharap bahwa Januari menjadi awal semua ceritanya menjadi baik-baik saja, setidaknya.

Dalam benaknya, ia tahu sesuatu yang besar menantinya di tahun 2017 ini.
Karirnya di kantor, pilihannya untuk melanjutkan pendidikan S2 dan pekerjaan sampingannya sebagai asisten seorang penulis besar di Indonesia.
Cewek itu tak berhenti memupuk keyakinan dan kerja keras untuk ketiga hal itu.
Tapi, untuk urusan hati, jangan berharap apa-apa pada Kanaya.
Kanaya, yang hanya tau dicintai, menjadi sangat bodoh ketika mulai menyukai seseorang.
Kanaya, dengan pengalaman berpacaran beberapa kali, masih sangat awam ketika menyayangi seseorang.
Saat ini pun, ketika sedang patah hati, Kanaya masih tak dapat menolak rasa sesak itu.
Sekalipun pernah ia alami beberapa kali sebelumnya, perkara patah hati memang tidak pernah menjadi 'lebih tidak sakit' atau 'lebih tidak bikin hati sesak'

Ini hari ketiga tanpa Argi di hari-hari Kanaya, tak ada lagi whatsapp bawel yang mengingatkannya makan malam. Tak ada lagi voice call iseng di tengah malam. Tak ada tawa keduanya sehabis mengolok satu sama lain. Tak ada lagi message berisi meme iseng di inbox instagramnya.
Semua rutinitas itu menguap, tergantikan oleh kesibukan beberapa project di kantornya.
Pas sekali rasanya untuk Kanaya yang sedang patah hati.
Menjadi sibuk dan menjadi tak sempat memikirkan lelaki yang sampai hari ini belum berbicara padanya, adalah satu-satunya hal ia harap di awal Januari ini.

"Nay, I start to absent tomorrow ya. Advance ceritanya."kata si Bos yang tiba-tiba menghampiri bilik Kanaya.
"Yah... Mas Tama, kok baru bilang sih? Ini banyak dokumen pending yang belum lo cek, Mas," protesnya.
"Udah sama si Bapak aja. Sini sekarang ambil notebook lo, ke meja gue yok."
Dengan setengah dongkol, Kanaya terpaksa mengekor Tama di belakang.
Tak bisa ditolak, sudut matanya mencari celah sebentar untuk melirik meja kosong persis di sebelah meja Tama.
Kabar advance cuti Bosnya membawa duka tersendiri bagi Kanaya. Banyak yang belum ia siapkan. Banyak yang belum di share.
"Nay, lo dari kemarin kayaknya serinng bengong deh. Kenapa? Gelisah menanti jodoh"
"Kagak. Sedihlah, seminggu tanpa lo Mas Tamaaaa... Bisa apa gue tanpa looo?" jawabnya agak berlebihan.
"Seriusan ya? Yaudah nih gue kasih tahu yang masih pending. Untuk supplier ini," dia menunjuk satu demi satu supplier nya yang harus ditangani lengkap dengan permasalahannya.
Sebagai tim yang bekerja sebagai Material Control di sebuah perusahaan manufaktur di Indonesia, memastikan ketepatan waktu delivery dan kuantitas barang dari supplier untuk kebutuhan produksi adalah  tugas mereka. Memastikan kelancaran delivery dengan baik juga tugas mereka
"Dan Jumat, lo bareng Argi ketemu sama orang sales yah. Tell them, supplier ini cuma bisa mampu produksi 20 pcs per week. If they need more, propose 30 pcs with this price Nay." Tama menggaris bawahi angka yang dimaksud. Kemudian melanjutkan penjelasannya yang agak tidak dihiraukan oleh anak buah di depannya.


Selalu, sejak empat bulan yang lalu, sekecil apapun dia mendengar kata ‘Argi’ mengudara, telinganya seperti tak bisa untuk bereaksi biasa saja.
Dibalik rasa acuh yang ia tunjukkan, pikirannya tak lepas dari rasa ingin tahu yang detik itu juga ingin ia buru-buru abaikan
What if the person that you admire the most is the man you  hate the most?
What if things that you really want to forget is the things that you see even more real?
Kenapa harus Argi yang membuatnya marah, kesal, dan dongkol setengah mati adalah Argi yang empat bulan lalu menjadi orang yang paling ia kagumi di kantor?
Kenapa Argi, teman pembunuh waktu di setiap akhir pekannya adalah Argi yang sama yang menjadi pembunuh rasa dan asanya.

“Ini mah nggak harus sama mas Argi deh, Mas Tam. Lo ngga percaya gue bisa handle sendiri?”
“Dia kan plannernya, Nay. Dia minta minggu ini close 40 unit, lo cuma bisa kasih 20 unit. Nego dong, nego. Beside, gue belum bisa percaya lo juga sih. Bisa apa lo tanpa gue? Hahaha”
“Ish.. sial. Lo dulu deh nego ke dia sebelum cuti.”
“Sorry to say, but we have no time, Nay. Please help me biar cuti gue lebih bermakna dengan ngga membani gue. Lo kan cepet-cepet mau jadi tante-tante kece kan?”
“Bodo...” Kanaya kembali ke biliknya.
“So Nay.. are you okay enough?”
“I’m okey. Enough. Kenapa? Udah ngga usah mikirin kantor lo, Mas. Urusin aja itu yang masih kurang-kurang persiapan lo”
“So Nay.. are you kurang belaian enough?”
“Mas Tamaaaa!!!! Sana lo buruan kawin aja!!!”
Dan malam menjadi cepat untuk Kanaya hari itu.
Sibuk  dengan urusan serah terima kerjaan, dokumen-dokumen pending, materi meeting selama 3 hari ke depan adalah unsur-unsur penyokongnya untuk tidak melewati malam ini dengan tangisan atau rengekkan seperti 2 malam yang lalu.

‘Hey, you’
Tiba-tiba sebaris kalimat singkat muncul di layar smartphoneya. Bukan dari orang yang asing, bukan pula whatsapp iseng tengah malam
Melainkan nama yang membuat denyutnya sedikit berdetak lebih cepat saat itu. Heran.
Tapi cewek itu sedang terlalu lelah untuk bermain-main dengan hati nya.
Ia hanya rindu suatu benda di kamar tidurnya yang bisa menenangkan hatinya
Kasur berseprai pink fanta. Warna yang selalu jadi bahan olokan Argi kepadanya.


No comments:

Post a Comment