Tuesday, January 31, 2017

1 : A birthday confession..


“A very happy birthday, Gi. Barakallah. Good luck for your life ahead. Stay happy and healthy..”senyum lebarnya.
“Hih..sok-sok-an nih anak. Seriously, you don’t have to do this, Nay. But, thank you.”
“And... always be grateful and thankful for everything you have ya, Bos Kecil...” sambungnya
“Iya, bawelll.. I will always be. May I?” Argi kemudian membuka kado kecil dari perempuan dihadapannya “Kanayaaa..!! What the... “
Matanya mendelik. Menatap tak percaya pemberian cewek mungil di depannya.
Senyumnya lebih sumringah dari tawanya seminggu ini.
Sadar, sudah cukup lama pria itu tak merasa hatinya sebungah malam ini.
“This is more than I expected, Nay. Kamu itu ya!”
“You deserve it, Gi. For everything you’ve done this year. Congratulation! Kamu sukses jadi bos kecil. Hehe..”
Terkesan kekanakan, tapi cewek mungil itu tak bosan-bosannya memamerkan senyum lebar, bertepuk tangan tanpa riuh, sengaja untuk membasuk telapaknya yang mulai berkeringat
“Oh iya, ada satu lagi. There’s something that I should tell you now, Gi”
“Apalagi sih Kanaya Fortunia?” tanyanya tak percaya.
“Hmmm...Argisara Mahendra, the truth is, I like you. Maybe you already felt it.”
“Nay..” dalam herannya, ia memotong. Setengah tak percaya.
“Let me finish first, Gi,” Dia kembali menelan ludah. Berharap aliran darah yang terlalu deras tidak mengacaukan rentetan kata-kata yang sudah disusunnya.
Bukan, bukan. Ini sudah sangat kacau. Bukan ini yang sebenarnya ia skenariokan dari kemarin.
Bukan pernyataan yang harusnya keluar. Melainkan pertanyaan yang sudah menguap beberapa menit lalu.
“I like you, but I know you don’t,”
What?? What Nay? What a stupid confession it is!
“I have no idea what’s going on here,every Sunday-spent well, you took me to the airport or train station, kamu yang nggak pernah absen ngebawelin aku buat makan malem, kamu yang pasti mau aku ajak ke kedai kopi baru even kamu nggak suka and most of all, kamu selalu ada, Gi. And it comes suddenly without I can’t hold on any longer.
“.........” Argi diam. Menyisakan suara iphone-nya yang berdering di atas meja kami dan kemudian ia ubah ke mode getar.
“So, Gi, I want ask you a permission to pull my self back on you..”
Ada desahan panjang menyertai kata terakhir yang diucapkan Kanaya. Dadanya sesak. Lega, haru dan malu.
Membayangkan kalimat-kalimat itu tak pernah keluar dari mulutnya, adalah satu-satunya yang inginkan
“Pull yourself back? On me?” tanya Argi yang diikuti bunyi getar dari Iphone-nya di atas meja
Kanaya menganggung mantap.
“So.. no more Sunday spent well?” tatapan Argi berubah menjadi dingin.
“Yap. Harap maklum ya. But, don’t worry, Gi. I am still the same person you met two years ago as a co-worker. Here, I'm professional, kok.”
Dan Kanaya tidak memperdulikan lagi kata-kata setelahnya. Yang dia ingat malam itu, pekerjaan membawa laki-laki di hadapannya harus pergi, malam itu juga.
Call duty. Ia mengerti. Hal yang menjadikannya bos kecil, sekarang memanggilnya di Minggu malam terakhir mereka bersama.
Minggu malam 1 Januari itu, menguji kesabaran dua manusia untuk lebih memahami keikhlasan.

No comments:

Post a Comment