Monday, April 30, 2018

7 : People come and go..

Kanaya baru selesai menemui salah satu vendor di lobby kantor, ketika Sang Pak Boss menyuruhnya mengambil setumpuk berkas dari meja untuk dibawa ke sebuah ruangan meeting.
Diketuknya pintu dua kali, kemudian dibukanya gagang pintu dengan pelan sebagai signal kedatangannya. Praktis membuat dua penghuni ruangan meeting itu menoleh ke arahnya.
"Loh.. eh.."Kanaya kaget dan tak percaya kepada indra penglihatanya. Sekuat tenaga ia mengirim sinyal ke otak untuk mencerna lebih jauh, adakah file-file rapi yang terseimpan yang dapat menjawab tepat tanyanya.
Dengan setelan abu-abu terang dan celana anxlerilleks navy, lelaki itu berdiri dan membungkukkan badan. Kanaya refleks ikut melakukan hal serupa.
"Hi, Nay. Come in. Let me introduce him first, " Pak Boss dengan santainya menyuruhnya masuk, tanpa tahu apa yang sedang mewabah di pikiran dan hatinya, "He's Ardi. Ardi, she's one of my team, the cheer one, Kanaya."
Dengan wajah yang sumringah, lelaki di depannya mengulurkan tangan dan disambut dengan canggung dengan Kanaya yang hanya menulungkupka kedua tangan.
"Kanaya.."sapa Kanaya.
"Oh, sorry,"Ardi menyadari tangannya tak bersambut, "Ardiaksa Mahendra,"
"Loh..kok.. are you?"
"Yap. He's my big brother, Technically."
"Ohhhhh... hahahaha..you're. emmm quite different from him ya," Kanaya geli sendiri membayangkan fantasinya. Matanya masih tertuju pada lelaki di hadapannya.
"Lebih lebar ya ketawanya."
"Dan lebih sadar diri," Kanaya menambahkan, "Nice to see you, Mas Ardi."
"Ehm.. can we continue our interview?" Pak Bos sudah mendelik ke arah Kanaya.
"Oh, sure. Sorry, Pak"
"By the way, welcome to our team, Mas Ardi" kata Kanaya sebelum keluar dari pintu.
"Belum, Nay. He hasn't signed any contract yet," jelas Pak Boss.
"In my vision, he'll be one of your avenger, Pak. Ganbatte ya, Mas Ardi."
"Many thanks, Kanaya," senyumnya melebar lagi. Giginya yang putih rapi memamerkan wujudnya di permukaan. Bak salah seorang calon sales BMW yang serba putih.
Kanaya menutup kembali pintu dengan pelan. Langkahnya dipercepat menuju meja kerjanya di gedung sebelah. Ada orang yang cepat-cepat ia temui sebelum bel makan siang berbunyi.
"Buru-buru amat. Itu jalan dilihat bisa kali," kata lelaki di ujung lorong yg habis dilewati Kanaya.
"Ehhh.. hishh, bikin kaget aja. Pas banget. Mas Argi, itu yang di dalam?"
"Iyaa.. iya udah ngga usah kepo. Ngga usah kepo ngurusin orang,"
"Ih galak banget.."Kanaya berbalik mengarahkan langkahnya ke mas-mas galak di depannya, "Kalau ngurusin yang ini boleh nggak?" tanyanya memamerkan senyum ganjen.
"Hmmm.. mulai deh."
"Hahaha.. eh mas Argi mah udah banyak yang ngurusin sih ya."
"Jelas lah.." 
"Parah! Lagi-lagi ditolak frontal akunya. Udahlah, Bye!"
"Hahaha.. ke kantin yuk?"
"Ngapain?"
"Lunch lah. Mau nggak makan lagi kamu hari ini?"
Dengan cuek Argi mendului Kanaya yang masih kesel, sebel dan senang.
Is he always be like this? Being nice and annoyed at the same time?
Is she always be like this if he's around? being mad, frown, happy and comfort at the same time?
Kanaya tersenyum kecil di belakang Argi ketika melihat ada sesungging senyum yang tertinggal di sudut bibir pria sok galak itu.

                                                                              ***
Besok jadi, Nay?
Sebuah whatsapp singkat mampir di smartphonenya sore ini. Siapa lagi kalau bukan Argi.
If you don't mind, Mas. balasnya
Ok, I'll pick you at 11 ya. Lagi dimana?
Ok. Lagi di rumah sakit, lagi jenguk temennya Mbak Ren, Mas.
Sama. 
"Halo, siapa yang sakit, Mas? Mas Argi?" tanya Kanaya langsung ditelepon.
"Halo. Assamualaikum," jawab Argi protes di seberang telepon.
"Eh, oya. Waalaikumsalam. Siapa yang sakit, Mas? Di rumah sakit mana?"
"Lagi jenguk Mbak Cia, Nay.."
"Oh.. Ada kabar apa dari Mbak Cia, Mas? Udah siuman?"
"Belum. Masih sama kaya kemarin-kemarin, Nay. Tapi info dokter besok Senin mau dicoba operasi."
"Terus kalau operasinya berhasil?"
"Mungkin bisa siuman. Mungkin juga cuma memperpanjang waktu kerja otaknya."
"Hmmmm..." Kanaya yang diam di ujung lorong rumah sakit, hanya bisa melihat nanar pemandangan malam minggu kota Jakarta dari lantai 5 sebuah rumah sakit. Bingar di luar sana sangat kontras dengan sepi di lorong tempat Kanaya berdiri. Bukan, bukan seram apalagi horor.
Melainkan banyak mata penuh harap, sesal, sedih dan beberapa tangisan di gedung ini.
"Are you okay, Mas?"
"Ok, Nay," jawab Argi dengan suara parau,"Kamu tahu, Nay, hal yang paling aku sesalin sekarang adalah kita belum bisa benar-benar berbaikan."
"Mas, you did your best to forgive her,"
"No, I didn't. Aku egois sekali, Nay. Padahal nggak sekali dua kali, dia coba kontak dan minta ketemu..."
"Mas Argi..."
"You know, what did I say that time? Dengan angkuhnya aku jawab, we're fine, we better off separated, aku sudah maafin kamu tapi maaf sebaiknya kita tidak berhubungan lagi."
Dalam hening, Kanaya mendengar penuh lirih lawan bicaranya. Tak banyak kata yang diucapkan Argi, hanya sepenggal ingatannya dulu bersama wanita yang sekarang masih terbaring lemah sejak 2 bulan lalu di ruang ICU.
Cia, wanita yang dikenal Kanaya sebagai salah satu rekan kerjanya, wanita yang dulu dengan energiknya pernah memimpin sebuah projek pindahan model baru ke pabriknya, wanita yang dulu ceria dengan senyum lebarnya bisa membuat tiap orang tertarik berinteraksi dengannya, wanita menarik yang dulu pernah ada di hari-hari Argiaksa Mahendra dalam waktu yang lama namun berakhir luka. Tidak ada yang bisa menyangka, sebuah penyakit langka merenggut keceriaan wanita itu di umurnya ke 29.
God is director. Everything on the earth are belongs to Allah and will return to Allah.
The word that sasy to say it as hard as do it.
Semua orang paham bahwa kita di dunia ini sebagai diorama bagi yang Sang Pencipta, tanpa tahu apa yang akan terjadi sejam, dua jam hingga esok hari. A delicious ambiguities, merupakan santapan sehari-hari manusia sebagai makhluk paling cerdas, paling rumit dan paling naif yang Dia ciptakan.
We are too good to make something become 'what if' without realize that we have no much time.
"If she has a spare time, Nay, I would make her back gets us again, even as a friend. I would make her smile again without any regret"
"Ya, Mas, I know.." ada ragu dalam perkatannya, "Just make sure she will."
....
"We are to good to make us regret on something we did it ya, Nay."
"Just make sure you won't do or fall in the same hole again, Mas."
"Thank you, Nay."
"You're very welcome, Mas Argi,"
"Gini kek tiap hari, nggak nyebelin, nggak keras kepala."
"Mas Argi kek yang gini tiap hari. Say thanks, say something good, say aku manis, gitu."
"Dasarr!!" Argi menyeka sebulir air mata di ujung mata kanannya, "Masih nunggu Mbak Renita?"
"Iyah, sambil lihat macetnya Gatsu dari atas sini, Mas"
"Magnifying, isn't it?"
"Yap, it is. Eh, Mas Argi, Mas Argi, you know that people come and go, right?"
"He'em.. kenapa?"
"Emmm.."
"Mau bilang, don't worry I'll be by your side, gitu? Hahaha..."
"Argghh, Mas Argiiii, destroyer deh kamu."
"Soalnya kamu biasanya sok jadi puitis kalau suasananya gini. Lagi sedih ini, Nay.Ahelaah.."
"Iya, Mas, iya tauk. Makanyaaaaa..kan mau sok-sokan jadi penghibur."
"Hahaha.. you just did it, Nay. Thank you "
"But you destroy my show, Mas Argi," jawab Kanaya masih protes tapi senyumnya mengembang bersama perasaannya yang bungah. Ia bersyukur malam ini masih dilewati dengan tawa bersama Argi, lelaki yang sudah setahun lebih hinggap di hatinya.
"I have to go, Mas. Mbak Renita udah keluar ruangan."
"Okay, Nay. See you tomorrow ya."
"Ok, see ya!" ujarnya kemudian sambil menatap bayangannya dikaca yang masih tersenyum, kemudian pergi menghampiri mentornya.
"Ada apa, Nay? Kamu antara sedih sama seneng gitu senyumnya."
"You know that people come and go, Mbak?"
"Yap? and then?" Renita masih bingung dengan tanyanya.
"But I've already choose to not go and stay with someone, Mbak." kata Kanaya kegirangan
"Hyaahhh... dasar love bird!"
Kanaya merangkul tangan Renita di sebelah kanan, sambil mengetik whatsapp singkat ke seseorang.

                                                                            ***
Argi masih bertahan di dalam mobilnya semenjak 10 menit yang lalu ia merapat ke gang rumahnya. Dilihatnya foto-foto yang pernah ia ambil dua tahun lalu bersama gadis riang bernama Cia, yang pernah bertengger lama di hatinya, setelah 5 tahun ia tak bisa memutuskan untuk menetap di suatu hati. Cia adalah halaman terakhir yang dulu ia cari setelah melewati 5 tahun mencoba mencarinya di beberapa wanita yang pernah ia ajak jalan.
Cia adalah nyamannya, harinya dan senyumnya. Dulu.
Here the words,  "I am Kanaya Fortunia and I am here. Just not pretending I am not. Okay?"
Whatsapp singkat yang barusan ia baca menggenapi sesalnya saat ini.
I know you are, Nay. 




No comments:

Post a Comment