Thursday, August 30, 2012

RE-RUN .

Lebaran tahun ini berbeda
Ada banyak buliran air mata di tanah merah yang sedikit menggunung,
tepatnya di tengah tengah dua nisan. Makam bapak
Mama nangis setiap tahunnya, pemandangan yang biasa
Tapi fiya?

Yg aku tau, dia terbiasa menangis dalam doanya
Bukan terang-terangan di gundukan makam bapak
Mungkin si bontot itu memang terlalu kangen
Terlalu lelah menahan semuanya yang terjadi di rumah. atau terlalu menyesali

Aku? Ngga beda jauh
Tak jauh dari tempat fiya duduk, tanpa dikomando air mata jatuh berlombaan
Dipancing pemandangan fiya yang lagi mengusap air matanya berulang kali,
ngga tau yang ada di dalem sini, ikut menangis
Tak kuasa, dan akhirnya tumpah

Semuanya terlalu cepat tanpa aku bisa berhenti

Aku sudah berlari, seperti yang kuinginkan dulu, seperti rencanaku dulu
Aku berhenti sesekali, kemudian berlari lagi
Aku pernah terjatuh. Bukan satu kali
Waktu itu, Sakit. Terpuruk. Gelap

Kemudian, aku mengikuti sedikit cahaya dan remahan biskuit
yang akhirnya membawaku bersama intuisi ini keluar dari terowongan lembab itu
dengan masih tertatih, aku menata ulang rencana-rencana di hadapanku
dan akhirnya aku bisa berjalan

Dengan keyakinan yang penuh, aku bisa kembali berjalan.
Dengan masih membawa sedikit luka aku coba berlari
Aku tahu aku bisa sendiri, namun dengan sedikit kebutaan aku lebih memilih melaluinya bersama orang lain
Seperti namanya, orang lain, akan selalu menjadi yang lain-lain
Bukan hatiku, tidak jalanku

Dengan kemantapan yang disebut tidak teguh, dengan muka setebal kulit hewan yang diakui tebal Aku melangkah.
Menuju cahaya yang sangat terang bersama orang lain itu

Cahaya yang baru kutahu sekarang, bernama ilusi

Jangan ditanya. Aku terjatuh lagi
Membayangkannya pun membuat aku tertawa
Mengingatnya pun aku jadi tersenyum miris
Entah terbuat dari apa hati dan pikiranku, sampai bisa menghalangi udara bersih yang disebut oksigen untuk masuk ke tubuh dan otak ini

Aku pernah terjatuh, dan yang kedua itu ternyata tidak sesakit dan segelap sebelumya.
Karena ternyata aku membawa beberapa plester untuk menutup luka dan senter untuk menerangi jalan
Sekarang kembali aku berjalan.
Dengan plester dimana-mana, tanpa bantuan senter
Karena sepanjang aku berjalan, cahaya di atasku masih bersinar walau tidak terang.
Ditemana pepohonan yang menjulang tinggi, rimbun.
Dan sungai kecil di sebelahku yang berlenggang lenggong.
Mirip gambar yng sering kubuat dulu.
Bedanya sekarang, tidak ada gunung dan sawah.
Aku sendiri. Berjalan, berlari sendiri.
Harusnya kusadari itu.

Walaupun aku telah berkenalan dengan teori manusia yang disebut makhluk sosial, harusnya aku tahu bahwa kumpulan partikel atom bernama manusia ini pada dasarnya hidup sendiri.

Oh iya, aku masih punya pohon.
Yang selalu melindungiku.
Rela mendoakanku dimanapun aku berada walau sering aku tanpa pamit meninggalkannya sejenak. Yang menjadi saksi bahwa plester-plester ditubuhku bisa lepas satu per satu.
Dia selalu memberikan cahaya yang aku butuhkan.
Sedari dulu ternyata.
Terimakasih pohon.

Sungai! Oh iya sungai. Aku juga punya sungai.
Yang dengan alirannya membawaku ke suatu tempat dengan pasti.
Dia lebih muda umurnya dariku, pasti.
Tapi, dengan kedewasaannya mambawaku mampu pergi perlahan dan mantap ke suatu tempat tidak bernama
Yang nanti, aku yakin.
Seluruh hidupku ini akan aku paksa melakukan pekerjaan yang membuatnya akan terus mengalir. Kemanapun ia mau
Terimakasih sungai.

Untuk gunung yang sudah tak lagi ada, terimakasih untuk segalanya dulu.

Dan untukmu remahan biskuit yang tersebar dimana-mana
sekarang dengan kerendahan hati aku bertanya, "akankah terus kau mengenyangkan hati dan perutku, seberapa laparnya aku, sejauhmana aku tersesat, seberapa dalam aku terjerembab?"
Maaf, aku belum bisa menjadi seorang pengelana yang baik untukmu.
Terimakasih remahan biskuit.

Aku akan pergi lagi.
Membawa kisah-kisahku ke suatu tempat antah berantah seperti 3 tahun silam.

Doakan aku ya pohon dan sungaiku.
Taukah kalian, kalian itu berarti. Sekali. Sangat.
Aku bersyukur pernah terjatuh di tempat itu.
Aku bangkit lagi, karena tahu kemana aku harus kembali. Rumah.
Dan aku tahu, akan selalu ada kalian yang menemaniku, menuntunku.

Terimakasih pohon. Terimakasih sungai. Terimakasih remahan biskuit

Terimakasih mama. Terimakasih luthfiya. Terimakasih sahabat :’)


2 comments:

  1. Pohon dan sungaimu adalah 2 hal terbaik yg kamu punya, Rul. Remahan biskuit pun sama, mereka membuatmu tetap bertahan selagi pohon dan sungaimu kamu tinggalkan. Tetap semangat ya, pengelana! :)

    ReplyDelete
  2. Pasti :)
    terimakasih untuk semangatnya yang menular :)

    ReplyDelete